EKOSISTEM
Ekosistem terbentuk dari komponen hidup dan tak hidup, dikenal sebagai komponen biotik dan abiotik, yang sudah dibicarakan dalam bab ekologi.
Kelompok organisme hidup dalam komponen biotik keseluruhannya merupakan komunitas dalam ekosistem itu. Komponen biotik dapat dibedakan menjadi organisme autotrofik dan heterotrofik. Organisme autrotofik mensintesis sendiri makanannya dari molekul anorganik sederhana, dan dengan pengecualian bakteri kemosintetik, melakukan kegiatan itu dengan fotosintesis, menggunakan cahaya sebagai sumber energi. Organisme heterotrofik memerlukan sumber makanan organik, dengan perkecualian beberapa bakteri, menyandarkan pada bahan kimia sebagai sumber energi yang diambil dari makanan organik yang dikonsumsi. Dari sini dapat diketahui heterotrof hidupnya tergantung pada keberadaan autotrof, dan pemahaman tentang interaksi mereka adalah penting untuk dapat memahami ekosistem.
Komponen abiotik suatu ekosistem pada dasarnya terbagi atas tanah/air, dan iklim. Tanah dan air mengandung campuran zat makanan anorganik dan organik. Bantuan yang menjadi bagian dan bahan dasar terbentuknya tanah memberi saham pada sifat tanah. Iklim, termasuk variabel-variabelnya seperti cahaya, suhu, air merupakan faktor penting sebagai penentu tipe-tipe organisme yang dapat tumbuh hidup dalam ekosistem tertentu. Dalam ekosistem akuatik (perairan), salinitas merupakan variabel utama lainnya.
Energi memasuki komponen biotik suatu ekosistem melalui produsen. Kecepatan penyimpanan energi oleh produsen dalam bentuk senyawa organik yang dapat digunakan sebagai bahan makanan disebut produksi primer, sedang produksi sebagian hasil organisme heterotrofik disebut produksi sekunder.
A. Komponen dalam Ekosistem
1. Arus Energi dan Daur Zat Hara
Semua organisme dalam ekosistem diikat oleh hubungan energi dan zat hara (makanan) mereka, dan perbedaan antara energi dan zat hara ini perlu secara jelas kita pahami.
Berdasar fisika yang telah kita pahami, kita masih ingat, energi merupakan kapasitas atau kemampuan melakukan kerja. Seperti halnya suatu mesin, dan ini adalah suatu sistem, untuk dapat bekerja (hidup) memerlukan energi atau tenaga.
Ahli ekologi memandang ekosistem sebagai mesin yang tetap bekerja (hidup) oleh adanya masukan energi dan materi (zat hara). Unsur hara asal-usulnya diambil dari komponen abiotik ekosistem, yang akhirnya kembali lagi ke dalam ekosistem baik sebagai bahan buangan atau bangkai organisme. Dengan demikian, daur ulang senantiasa terjadi dalam ekosistem. Kedua komponen hidup dan tidak hidup terlibat di dalamnya dan ini merupakan daur biogeokimia.
Energi yang memutar roda pendauran ini dipasok oleh matahari yang merupakan sumber energi yang hakiki. Dalam komponen biotik, organisme fotosintetik menggunakannya secara langsung dan meneruskannya langsung ke organisme lain. Hasilnya adalah arus energi dan daur materi (zat hara) dalam ekosistem. Perlu diingat di sini, dalam komponen abiotik seperti faktor-faktor musim yaitu suhu, gerakan atmosfer, penguapan dan curah hujan juga diatur oleh pemasukan energi matahari.
Energi dapat berada dalam berbagai bentuk seperti energi mekanik, energi kimia, panas dan listrik dan semuanya saling dapat diubah. Perubahan dari satu bentuk energi ke bentuk energi lain disebut transformasi energi, yang dalam fisika akan dipelajari dalam termodinamika.
Organisme hidup merupakan pengubah energi, dan setiap terjadi perubahan energi, ada sebagian energi yang hilang dalam bentuk panas. Akhirnya semua energi yang masuk ke dalam komponen biotik suatu ekosistem yang digunakan untuk melakukan kerja akan hilang sebagai panas. Dapat kamu bayangkan karena panas (sebagai energi) dapat melakukan kerja dalam berbagai tingkat dalam ekosistem, energi harus terus-menerus dipasok walaupun ada pendauran, karena energi hasil pendauran selalu lebih kecil daripada energi yang diperlukan dalam proses pengadaan panas yang digunakan untuk melakukan kerja. Dalam kenyatannya, organisme hidup tidak menggunakan panas sebagai sumber energi untuk melakukan kerja, tetapi menggunakan cahaya atau energi kimia. Kajian tentang arus energi serta daur materi (zat hara) dalam ekosistem disebut energitika. Untuk lebih memahami energitika ini perlu dipelajari pengertian satuan energi dan matahari sebagai sumber energi.
a. Satuan Energi
Dalam Standar Internasional (SI), satuan energi dinyatakan dalam joule (J). Satuan tradisional masih banyak digunakan. Satuan energi dinyatakan dalam kalori (kal). Untuk jelasnya, kita ungkap pelajaran fisika yang mejelaskan tetang SI ini.
Sekedar untuk memperoleh gambaran hubungan antara satuan energi internasional dan konvensional dapat diberikan persamaannya sebagai berikut:
1 J = 0,239 kal, untuk mudahnya 0,24 kal.
1 kal = 4,186 J, untuk mudahnya 4,2 J.
Kamu sekalian dapat mengubah nilai J ini ke dalam kalori dengan
ketentuan yang sudah diberikan di atas.
b. Matahari sebagai Sumber Energi
Matahari merupakan sumber hakiki energi untuk kehidupan ekosistem. Matahari memancarkan foton (energi solar) ke dalam ruang angkasa dalam bentuk geombang elektromagnetik dan hanya sebagian kecil sampai di bumi kita.
2. Rantai makanan dan taraf Trofi
Di dalam suatu ekosistem, molekul-molekul organik yang mengandung energi yang dihasilkan oleh organisme autotrotofik, merupakan sumber makanan (zat hara dan energi) bagi organisme heterotrofik; contoh jelas adalah tumbuhan dimakan oleh hewan. Hewan ini pada gilirannya dimakan oleh hewan lain, dan dengan jalan ini energi dipindahkan melewati rentetan organisme yang makan hewan sebelumnya dan dimakan hewan berikutnya sebagai penyedia energi dan zat hara. Urutan demikian merupakan rantai makanan. Tiap tingkat dari rantai makanan disebut taraf trofi (tromos, memakan). Taraf trofi pertama diduduki oleh organisme autrotof yang disebut produsen. Organisme taraf trofi kedua biasanya disebut konsumen primer, yang menduduki taraf trofi ketiga disebut konsumen sekunder (kedua) dan seterusnya. Dalam suatu ekosistem tidak selamanya memiliki jumlah taraf trofi yang sama, biasanya dapat mencapai hingga lima taraf trofi dan jarang hingga mencapai enam taraf trofi.
a. Produsen primer
Produsen primer merupakan organisme autotrofik, dan sebagian besar merupakan tumbuhan hijau. Beberapa diantaranya organisme prokariotik, misalnya ganggang biru dan sedikit bakteri juga fotosintetik tetapi sahamnya amat sedikit sebagai produsen. Organisme fotosintetik mengubah energi matahari (cahaya) menjadi energi kimia yang terkandung dalam molekul-molekul organik yang membentuk jaringan mereka. Sedikit saham juga diberikan oleh bakteri kemosintetik yang memperoleh energinya dari senyawa anorganik.
Produsen utama ekosistem air adalah Alga, sering dalam bentuk uniseluler yang membentuk fitoflankton yang menyelimuti permukaan laut dan danau. Di daratan, produsen primer yang utama adalah tumbuhan-tumbuhan yang sudah lebih maju seperti Angiospermac, Gymnospermae yang membentuk hutan dan padang rumput.
b. Konsumen
Konsumen tingkat pertama (primer) memakan produsen dan disebut herbivor. Di darat, herbivor meliputi insekta, reptil, burung dan mamalia. Dua mamalia yang herbivor terutama adalah rodentia (hewan pengerat, penggerek) dan ungulata (hewan berkuku genap/ganjil seperti sapi, kuda dan lain sebagainya). Dalam ekosistem perairan, herbivor terdiri dari udang-udangan kecil dan moluska. Sebagian besar organisme ini seperti kutu air, kopepoda, larva kepiting, remis, kerang-kerangan merupakan pemakan bubuk sampah dan menyaring produsen renik dari air. Bersama dengan protozoa mereka merupakan bagian terbesar dari zoonplankton yang memakan fitoplankton. Kehidupan dalam laut dan danau hampir seluruhnya bergantung kepada kedua plankton ini karena keduanya selalu terdapat pada awal semua rantai makanan. Konsumen tingkat pertama juga meliputi parasit (fungsi, animalia atau tumbuhan).
Konsumen tingkat kedua memakan herbivor dan disebut karnivor. Konsumen tingkat tiga memakan karnivor dan juga merupakan karnivor. Konsumen tingkat dua dan tingkat tiga dapat merupakan predator dalam arti memburu mangsanya, menangkap dan membunuh kemudian memakannya; pemakan bangkai memakan hewan yang sudah mati; parasit dalam hal ini lebih kecil dari tuan rumahnya. Pembicaraan tentang rantai makanan parasit ditiadakan, dan akan dibicarakan dalam piramida jumlah. Dalam rantai makanan khas parasit, parasit menjadi lebih kecil pada taraf trofi berikutnya.
Rantai makanan khas predator memperlihatkan predator menjadi lebih besar pada taraf trofi berikutnya:
1) Tumbuhan (nektar) : lebah , laba-laba , clurut burung hantu.
2) Cairan mawar : kutu daun , kepik , laba-laba , burung pemakan serangga , elang.
c. Perombak dan Detritivor (rantai makanan detritus)
Ada dua tipe dasar rantai makanan, rantai makanan perumput dan rantai makanan detritus. Contoh-contoh yang sudah disebut semuanya termasuk rantia makanan perumput karena taraf trofi yang pertama diduduki oleh tumbuhan hijau, kedua oleh hewan perumput (herbivor) dan taraf berikutnya oleh karnivor. Bila tumbuhan dan hewan mati, tubuhnya masih mengandung energi dan bahan mentah, begitu pun produk buangan seperti urin, tinja yang dibuang selama hidupnya. Bahan-bahan organik ini dirombak oleh jasad renik (mikro organisme), yaitu fungsi dan bakteri yang hidup saprofitik terhadap sisa-sisa tersebut. Mereka disebut perombak dan mengeluarkan enzim pencerna pada bangkai atau bahan buangan, kemudian menyerap hasil cernaannya ini. Kecepatan penguraian (perombakan) amat bervariasi. Bahan-bahan organik dari urin, tinja, dan bangkai dapat dilahap dalam jangka waktu mingguan, sedang batang pohon, dahan ranting ada yang terbilang tahunan baru habis terurai. Penguarian kayu (dan materi tumbuhan lainnya) merupakan kegiatan fungsi yang mengeluarkan enzim selulosa membuat kayu menjadi lunak dan memungkinkan organisme renik lainnya dapat menembus ke dalam dan mencerna bahan tumbuhan itu.
Fragmen (hancuran, remukan, bagian-bagian lembut) dari bahan-bahan yang sudah terurai disebut detritus, dan banyak binatang-binatang kecil lainnya memakan detritus ini, memberi saham yang besar dalam proses penguaraian; mereka disebut detrivtor (pemakan detritus). Karena kegiatan bersama antara perombak (fungsi dan bakteri) dan detrivitor (hewan) mengarah pada terurainya materi, mereka secara kolektif berperan sebagai perombak, walaupun istilah perombak sebenarnya berhubungan dengan organisme saprofitik.
Detrivitor darat yang khas adalah: cacing tanah, kutu kayu, luwing (lengkibang) dan binatang renik seperti nematoda, rayap, macam-macam larva serangga (belatung). Detrivitor pantai: cacing palolo, siput pantai, mentimun laut (tripang).
Detrivitor dapat pula dimakan oleh hewan yang lebih besar, membentuk tipe rantai makanan lain yang diawali dengan detritus.
Jadi:
Detritus , detrivitor , karnivor
Contoh rantai makanan detritus seperti di bawah ini:
Sampah dedaunan , cacing tanah , burung jalak putih , elang
Bangkai hewan , belatung , kodok (katak) , ular tanah.
Tipe rantai makanan di atas disebut rantai makanan detritus.
3. Jaring-jaring makanan
Dalam pembicaraan rantai makanan di atas, dilukiskan setiap organisme seakan-akan hanya memakan atau dimakan oleh satu macam organisme lainnya saja. Hal yang terjadi sebenarnya dalam suatu ekosistem tidaklah demikian, tetapi lebih kompleks, karena tiap organisme mungkin memakan lebih dari satu macam organisme dalam satu rantai makanan yang sama atau makan dari rantai makanan yang lain. Ini terutama terjadi pada karnivor taraf trofi tinggi. Hewan pemakan tumbuhan dan hewan disebut omnivor. Manusia juga termasuk omnivor. Dalam alam, kenyataan menunjukkan kepada kita rantai-rantai makanan itu saling berhubungan satu sama lain sedemikian sehingga membentuk jaring-jaring makanan.
4. Piramida ekologi
Untuk mempelajari secara jelas hubungan antara organisme dalam ekosistem secara kuantitatif adalah menyatakannya dalam bentuk diagram piramida ekologi.
a. Piramida Jumlah
Organisme yang terdapat dalam areal tertentu dihitung dan dikelompokkan berdasar taraf trofinya. Dalam perhitungan biasanya akan terdapat penurunan jumlah hewan dari taraf trofi kedua ke arah taraf berikutnya. Tumbuhan dalam taraf trofi pertama biasanya juga melebihi jumlahnya daripada hewan di taraf trofi kedua. Hal ini akan menghasilkan piramida jumlah.
Untuk keperluan pengilustrasian piramida, jumlah organisme dalam taraf trofi dapat diwujudkan dalam bentuk segi empat yang luasnya atau panjangnya sebanding dengan jumlah organisme yang terdapat dalam areal tertentu. Karnivor pada taraf trofi paling atas disebut karnivor puncak.
Leptomonas adalah protozoa parasit; ribuan leptomonas dapat hidup dalam seekor kutu. Ilustrasi piramida makanan dalam bentuk piramida jumlah dapat menimbulkan kesan yang kurang tepat dan kadang-kadang sulit karena perbandingan taraf-taraf trofi terlalu besar adanya. Karena itu, gambaran hubungan organisme dalam ekosistem diilustrasikan dalam bentuk piramida berat atau biomass.
b. Piramida Biomas
Kerugian menggunakan piramida jumlah untuk menjelaskan hubungan organisme dalam suatu ekosistem dapat diatasi dengan penggunaan piramida berat (biomass). Dalam piramida berat ini, massa (berat) organisme ditaksir untuk tiap taraf trofi. Penaksiran ini dilakukan dengan menimbang individu-individu yang mewakili pun juga mencatat jumlahnya, dan tentu ini lebih memerlukan banyak waktu dan peralatan. Idealnya, massa itu dari organisme yang sudah kering dan dibandingkan dengan massa basah. Massa organisme diperoleh dari tiap taraf trofi per satuan luas areal atau volum. Bentuk piramida massa itu menunjukkan bahwa biomass menurun pada tiap taraf trofi.
Ternyata penggunaan piramida biomass ini juga tidak memuaskan karena bentuk piramida dapat berubah-ubah tergantung perubahan iklim. Karena itu ilmuwan mencari dan menemukan cara lain untuk memahami hubungan antara organisme dalam tiap taraf trofi.
c. Piramida Energi
Paling ideal dan mendasar untuk menunjukkan hubungan antar organisme pada tiap taraf trofi adalah dengan piramida energi. Cara ini memiliki beberapa keuntungan:
1) Memperhitungkan kecepatan produksi; berbeda dengan piramida jumlah dan biomas yang menyatakan keadaan organisme hanya pada sesaat waktu saja. Tiap batang segiempat pada piramida energi, menyatakan jumah energi tiap satuan luas atau volum yang masuk ke taraf trofi dalam waktu yang terukur (misalnya per jam, per hari, per tahun).
2) Berat dua spesies yang sama tidak harus berarti memiliki energi yang sama, karena itu perbandingan berdasar biomas dapat keliru.
3) Disamping dapat digunakan untuk membandingkan berbagai ekosistem, pentingnya kedudukan populasi dalam suatu ekosistem dapat dibandingkan dan piramida terbalik tidak terdapat. Jadi dapat dibandingkan arus energi (keluaran energi) dari konsumen I biomass berlainan dapat dibandingkan.
4) Masukan energi matahari dapat ditambahkan sebagai segiempat tambahan pada dasar piramid energi.
Catatan: walau piramid energi merupakan yang paling berguna di antara ketiga piramid ekologi, namun paling rumit untuk memperoleh datanya karena memerlukan pengukuran lebih banyak dan teliti, terutama data yang diperlukan untuk menentukan nilai energi sesuatu organisme dengan massa tertentu. Karena itu dalam praktik piramid biomass diubah menjadi piramid energi berdasar eksperimen sebelumnya.
B. Produktivitas Ekosistem
Pelajaran produktivitas menyangkut studi tetang arus energi dalam ekosistem. Energi masuk ke dalam komponen biotik ekosistem melalui produsen, energi ini disimpan dalam bentuk zat organik yang dapat digunakan sebagai bahan makanan dan disebut produksi primer. Ini merupakan parameter (besaran yang diukur untuk dijadikan patokan) untuk menghitung seluruh arus energi yang melalui komponen biotik dalam ekosistem, dan dari sini dapat diukur jumlah kehidupan yang dapat didukung suatu ekosistem.
Dalam pembicaraan tentang matahari sebagai sumber energi disebutkan, sinar matahari yang ditangkap tumbuhan itu berbeda-beda banyaknya, tergantung pada ketinggian dari permukaan laut (dpl), juga tergantung pada penutupan oleh tumbuhan sesuatu daerah.
Sebagian kecil energi matahari diserap oleh klorofil dan digunakan memproduksi molekul-molekul organik dan disimpan sebagai energi kimia. Kecepatan menyimpan energi kimia oleh tumbuhan ini disebut produksi primer kotor (PPK). Lebih kurang 20% dari PPK ini digunakan oleh tumbuhan sendiri untuk respirasi dan fotorespirasi. Sisanya baru disimpan oleh tumbuhan dikenal sebagai produksi primer bersih (PPB).
Bila herbivor dan karnivor mengkonsumsi organisme lainnya, makanan (materi dan energi) dipindahkan dari taraf trofi yang satu ke berikutnya. Sebagian dari makanan ada yang tidak tercerna dan segera terbuang dalam proses pencernaan. Untuk hewan yang mempunyai saluran pencernaan makanan, ini dalam bentuk feses (tinja). Semua bahan buangan ini disebut egesta. Egesta masih mengandung energi seperti halnya produk buangan organik (ekskreta) seperti urea. Tidak semua egesta, ekskreta merupakan produk metabolisme hewan sendiri. Hewan sebagaimana juga tumbuhan, juga kehilangan energi sebagai akibat respirasi. Energi yang tersisa dalam heterotrof setelah tergabung melalui pencernaan, ekskresi dan respirasi, dapat digunakan untuk produksi yaitu tumbuh, perbaikan dan reproduksi. Produksi oleh heterotrof ini disebut produksi sekunder, apapun taraf trofinya. Persamaan berikut ini merangkum nasib energi yang dikonsumsi oleh hewan.
1. Makanan yang Dikonsumsi = tumbuh + respirasi + egesta + ekskreta.
2. Produktivitas Primer Bersih (PPB) = kecepatan tumbuhan membuat energi kimia (PPK) – kecepatan tumbuhan menggunakan energi kimia.
Energi yang terbuang pada tiap taraf trofi dalam rantai makanan dan panjang rantai makanan itu akhirnya terbatasi oleh banyaknya energi yang hilang.
Perbandingan energi hilang dalam perpindahan energi dari energi matahari ke produksi pertama adalah tinggi. Perpindahan berikutnya paling sedikit sepuluh kali lebih efisien daripada transfer awal itu. Efisien rata-rata perpindahan energi dari tumbuhan ke herbivor ada lebih kurang 10%, dan dari hewan ke hewan lain lebih kurang 20%. Pada umumnya, herbivor kurang efisien dalam penggunaan makanan dibanding dengan karnivor karena bahan tumbuhan mengandung sebagian besar bahan selulose dan kadang-kadang bahan kayu (yang mengandung selulose dan lignin) yang kurang atau tidak tercerna dan karenanya bukan sebagai sumber energi untuk sebagian besar herbivor.
Energi yang hilang dalam proses respirasi tidak dapat dipindahkan ke organisme lain. Tetapi energi yang terbuang dalam rantai makanan dalam bentuk ekskreta dan engesta tidak hilang dalam ekosistem karena masih dapat dipindahkan ke detrivitor dan perombak. Sama halnya, tiap organisme yang mati, daun yang gugur, ranting dan dahan, dan lain sebagainya akan mengawali rantai makanan detritus perombak. Perbandingan PBB yang mengalir langsung ke detritus dan bakteri berbeda satu dengan sistem lainnya. Dalam ekosistem hutan sebagian besar dari produksi primer masuk ke rantai makanan detritus daripada ke rantai makanan perumputan, sehingga menghasilkan sampah dan humus pada dasar hutan, ke tengah-tengah konsumen walau mereka tak jelas tampak. Sedangkan dalam ekosistem lautan atau ekosistem penggembalaan ternak, lebih dari separuh PBB masuk ke dalam rantai makanan perumputan.
C. Daur Biogeokimia
Daur biogeokimia merupakan daur yang terlibat unsur senyawa kimia mengalami perpindahan lewat organisme hidup dan beredar kembali ke lingkungan fisik. Ada baiknya hal ini dipandang sebagai hubungan antara komponen biotik dan abiotik suatu ekosistem. Lima faktor yang akan dibicarakan di sini dianggap penting bagi kehidupan adalah: karbon, oksigen, nitrogen, pospor dan belerang (sulfur).
1. Daur Nitrogen (N)
Atmosfer kita mengandung 79% nitrogen berdasar volume, namun nitrogen relatif amat jarang dalam bentuk senyawa karena N ini lambat dan susah bereaksi. Nitrogen merupakan bahan penting bagi pembentukan asam amino dan seterusnya protein, dan ini membatasi pasokan makanan yang dapat diperoleh dalam suatu ekosistem lebih dari makanan tumbuhan lainnya. Satu-satunya cara sehingga nitrogen ini dapat diperoleh oleh organisme hidup adalah melalui fiksasi nitrogen suatu kemampuan yang terbatas dimiliki oleh organisme prokariotic tertentu, walaupun sekarang sedang dipikirkan melalui rekayasa genetik bagi tumbuhan hijau agar dapat melakukan kerja itu juga.
Fiksasi nitrogen merupakan kegiatan yang memakan banyak energi karena dua atom nitrogen (dalam gas N2) harus dipisahkan dulu sebelum difiksasi (digabung). Fiksasi ini terjadi melalui kerja enzim nitrogenesa, menggunakan energi dari metabolisme organisme. Proses yang tanpa enzim, memerlukan energi yang besar seperti dalam industri kimia (pupuk buatan) atau proses oleh kilat dalam atmosfer.
Nitrogen penting bagi keseluruhan tanah, berarti penting untuk memproduksi bahan pangan. Tiap tahun Indonesia membutuhkan pupuk-pupuk yang mengandung nitrogen seperti Amonium nitrat, NPK dan Urea. Kita masih belum begitu peduli akan akibat negatif terhadap penggunaan pupuk-pupuk tersebut. Dari pengalaman bangsa lain kita sebetulnya dapat belajar seperti mengalirnya rembesan pupuk-pupuk nitrogen ke sungai, danau yang menyebabkan terganggunya keseimbangan garam ekosistem air yang menyebabkan hilangnya kehidupan air dari ekosistem tersebut.
Pembusukan dan proses nitrifikasi oleh bakteri merupakan proses dalam daur N ini. Sebagian besar tumbuhan bergantung pada pasok nitrat dari tanah. Hewan sebaliknya bergantung langsung atau tidak langsung kepada tumbuhan untuk pasok N.
Urutan proses dari protein menjadi nitrat merupakan proses aksidasi, proses yang memerlukan oksigen dan melibatkan bakteri aerob. Protein diurai menjadi amonia melalui asam amino bila organisme mati. Kotoran dan ekskreta juga sama, terurai. Bakteri komosintetik kemudian mengoksidasi amonia menjadi nitrat, proses ini disebut nitrifikasi.
Nitrifikasi dapat dibalikkan prosesnya oleh bakteri denitrifikasi yang kegiatannya dapat mengurangi kesuburan tanah, yang terjadi pada keadaan tanpa oksigen (anaerob).
2. Daur sulfur (Belerang)
Sulfur banyak terdapat di kerak bumi dan dapat diambil tumbuhan dalam bentuk sulfat. Merupakan bahan penting bagi pembentukan semua protein.
Seperti halnya dengan nitrogen, hewan bergantung kepada tumbuhan untuk memperoleh sulfur. Selain daun sulfur yang terdapat dalam atmosfer, gas oksid sulfur (SO2) terus menerus bertambah sebagai sisa pembakaran bahan bakar fosil (BBM) dan dari melelehnya belerang dari tambang-tambang belerang/ gunung berapi. Gas ini merupakan polutan (penyebab polusi) dan bila larut oleh air hujan, menjadilah asam. Banyak bukti menunjukkan hujan asam telah merusak keadaan ekologi.
3. Daur Posfor
Posfor merupakan unsur yang penting pembentuk asam nukleat, protein, ATP (adenosin tri posfat) dan senyawa organik vital lainnya. Merupakan unsur yang jarang terdapat, dan seperti nitrogen dan kalium sering merupakan faktor pembatas dalam produktivitas ekosistem.
Daurnya tidak begitu rumit karena posfor tidak ada dalam bentuk gas dalam alam. Sebagian besar posfor yang mengalir ke laut menjadi terikat pada endapan di dasar laut.
D. Suksesi
Komunitas merupakan kelompok berbagai populasi yang berinteraksi satu sama lain di suatu areal tertentu dan merupakan bagian hidup dari suatu ekosistem. Komunitas berfungsi sebagai satuan yang dinamis dengan taraf trofi, arus energi dan daur makanan (materi) di dalamnya.
Susunan suatu komunitas selalu dibangun dalam kurun waktu cukup lama. Contoh yang dapat dijadikan model bagaimana komunitas lahir dan berkembang adalah invasi (serbuan suatu organisme dari luar wilayah) dan kolonisasi (tumbuhnya organisme) batuan yang gundul, misalnya pada lahan bekas lahar panas gunung berapi. Contoh munculnya anak krakatau yang semula tanah berbatu gundul, sekarang (setelah 150 tahun) sudah menjadi hutan.
Semula pohon atau perdu bahkan rumputpun tak dapat tumbuh pada batuan yang merupakan bekuan lahar panas itu karena kurangnya lapisan tanah. Alga dan lumut kerak menyerbu dan tumbuh pada batuan tersebut melalui berbagai cara pesebaran dari luar dan membangun komunitas perintis (pionir). Timbunan organisme yang sudah mati dan terurai bercampur dengan batuan yang erosi oleh cuaca, membangun akumulasi tanah yang cukup tebal untuk tempat yang dapat menampung invasi dan kolonisasi berbagai tumbuhan yang lebih besar seperti lumut dan paku-pakuan. Akhirnya tumbuh-tumbuhan ini akan diikuti dn digantikan oleh tumbuhan yang lebih besar lebih menuntut makanan yang lebih banyak seperti tumbuhan berbiji termasuk rumput-rumputan, perdu dan pepohonan.
E. Tipe-tipe Ekosistem
Untuk mengenali tipe-tipe ekosistem pada umumnya kita menggunakan ciri-ciri komunitas yang menonjol. Khusus untuk ekosistem daratan yang kita gunakan adalah komunitas vegetasinya. Karena wujud vegetasi merupakan penampakan luar interaksi antara tumbuhan, hewan dan lingkungannya.
Pada dasarnya di Indonesia terdapat empat kelompok ekosistem utama, yaitu ekosistem bahari (laut), ekosistem darat alami, ekosistem suksesi dan ekosistem buatan.
1. Kelompok Ekosistem Bahari
Termasuk dalam kelompok ekosistem ini adalah ekosistem perairan dalam, ekosistem pantai dangkal (litoral) dan daerah pasang surut.
a. Ekosistem laut dalam
Belum banyak yang kita ketahui tentang kehidupan di laut dalam, terutama untuk kawasan perairan Indonesia. Secara umum dapat dikatakan keanekaragaman jenis di sini tidaklah setinggi ekosistem lainnya.
b. Ekosistem Pantai Pasir Dangkal
Komunitas dalam ekosistem ini terletak di pantai yang tergenang air laut kecuali ketika air surut rendah. Terdapat di wilayah pesisir terbuka dan jauh dari pengaruh sungai besar tetapi dapat pula terletak di antara dua dinding batu terjal. Ekosistem macam ini terdapat antara lain di pantai utara Jawa, Bali, Sumbawa, dan Sulawesi. Komunitas pada habitat ini didominasi beberapa macam rumput dan ganggang.
Ekosistem terumbu karang terbentuk pada perairan jernih, tidak terdapat di pantai utara Jawa yang keruh. Banyak terdapat di pantai selatan Jawa, Bali, pulau-pulau sebelah barat Sumatra, Nusa Tenggara dan Maluku. Terumbu karang terbentuk sebagai hasil kegiatan berbagai jenis organisme terutama Coelonterata serta biota lain seperti cacing, siput dan kerang serta ganggang berkapur. Terumbu karang juga merupakan habitat berbagia jenis ikan yang bernilai ekonomi.
Ekosistem Pantai Batu dapat berupa batuan kadas yang berasal dari proses konglomerasi (berkumpul menyatu) batu-batu kecil dengan tanah liat dan kapur atau terbentuk dari bongkah-bongkah batu granit yang besar-besar. Biasanya terdapat di wilayah pesisir yang berbukit dan berdinding batu di pantai selatan Jawa, pantai barat Sumatra, Bali, Nusa Tenggara dan Maluku. Vegetasinya didominasi Eucheuma dan Sargassum.
Ekosistem Pantai Lumpur terdapat di muara sungai dan sekitarnya dan bila sungai itu besar dapat membentang luas menjorok ke laut. Pantai seperti ini banyak terdapat di Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Irian Jaya. Di sini berkembang komunitas pionir Avicennia (Api-api) atau Sonneratia (Bakau) dan biasanya berkembang pula komunitas rumput laut Enhalus acoroides. Tipe ekosistem estuarlina (muara sungai) ini merupakan tempat asuhan berbagai jenis biota laut dalam melengkapi perjalanan daur hidupnya. Pada saat-saat tertentu habitat ini manjadi tempat berkumpulya berbagai biota pantai dalam bentuk ikan kecil-kecil seperti ikan impun dan sejenisnya. Pantai lumpur juga menjadi habitat ikan gelodok.
1) Ekosistem Air Tawar
Tempat-tempat yang termasuk ekosistem air tawar ialah danau, kolam, sungai, dan rawa. Faktor-faktor pembatas pada ekosistem air tawar adalah:
• Suhu/ temperatur, variasi perubahan suhu sangat kecil, tetapi sangat berpengaruh karena menimbulkan pola sirkulasi dan stratifikasi yang dapat mempengaruhi kehidupan organisme.
• Penembusan (penetrasi) cahaya, dibatasi oleh bahan-bahan yang terlarut dalam air.
• Arus air, dapat mempengaruhi distribusi oksigen, garam mineral, dan mikroorganisme.
• Konsentrasi gas-gas pernafasan, gas-gas yang terlarut dalam air (O2, CO2, dan gas-gas lainnya) yang sangat bermanfaat bagi organisme air.
• Mineral/garam-garam, sangat diperlukan bagi keahidupan organisme air.
Pembagaian daerah perairan pada ekosistem danau atau kolam adalah sebagai berikut:
• Zona litoral, merupakan bagian perairan dangkal, cahaya matahari sampai ke dasar sehingga terdapat tumbuhan berakar.
• Zona Limnetik, merupakan bagian perairan terbuka, cahaya matahari sampai ke dasar (sekitar 1%). Pada zona ini terdapat plankton, nekton dan neuston. Zona ini tidak ada pada kolam yang kecil.
• Zona profundal, merupakan daerah yang gelap, di bawah penetrasi cahaya efektif sehingga organisme yang ada berupa organisme saprotof. Zona ini hanya terdapat di danau yang dalam.
Organisme air tawar dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
a. Berdasarkan kebiasaan hidup
• Benthos, adalah organisme yang hidup dan menempel di dasar perairan, contohnya kepiting dan cacing.
• Nekton, adalah organisme yang berenang bebas dalam air, contohnya ikan.
• Plankton, adalah organisme yang terapung, melayang-layang dalam air, contohnya udang tingkat rendah dan alga.
• Perifiton, adalah organisme yang menempel, mengkaitkan tubuhnya pada batang/ tumbuhan air, contohnya siput air.
b. Berdasarkan kedudukan dalam rantai makanan
• Autotrof (produsen), yaitu organisme yang berklorfil, contohnya tumbuhan hijau.
• Fagotrof (konsumen) seperti herbivora, predator, dan parasit.
• Saprotof, adalah organisme yang memanfaatkan sisa-sisa organisme, contoh bakteri dan cendawan.
2) Ekosistem air asin (lautan)
Ekosistem air laut mempunyai karakteristik sebagai berikut:
• Sangat luas, kurang lebih 70 % dari luas permukaan bumi
• Kedalamannya bervariasi
• Arus air dengan sirkulasi terus-menerus yang diakibatkan oleh angin
• Suhu bervariasi karena perbedaan letak geografis
• Tekanan air bervariasi, karena dipengaruhi kedalaman
• Terjadi gelombang pasang/ surut karena gravitasi bulan dan matahari
• Kadar garam (salinitas) tinggi
Komunitas pada ekosistem laut dipengaruhi faktor-faktor fisik, seperti gelombang, kedalaman, dan suhu.
Pembagian zona ekosistem laut, didasarkan pada penembusan cahaya matahari.
Zona neritik merupakan daerah sepanjang pantai. Daerah batas pasang surut disebut zona litoral, sedangkan daerah dengan kedalaman kurang lebih 200 meter dari daerah pasang surut disebut zona sublitoral. Komunitas yang terdapat di daerah ini ialah produsen, plankton, konsumen, dan pengurai.
Zona oseanik merupakan daerah laut terbuka. Berdasarkan kedalamannya, dibedakan menjadi zona batial (200-400 m), zon abisal (400-10.000 m), dan zona hadal (10.000-dasar). Komunitas pada zona oseanik ialah alga bersel atau Sonnetaria (Bakau) dan biasanya berkembang pula komunitas rumput laut Enhatus acoroides.
2. Kelompok ekosistem darat alami
Indonesia memiliki tiga bentuk vegetasi utama untuk mengenali ekosistem darat alami ini, yaitu vegetasi pamah (dataran rendah), vegetasi pegunungan dan vegetasi monsun. Tidak semua akan dibicarakan di sini.
a. Vegetasi pamah
Vegetasi ini merupakan bagian terbesar hutan dan mencakup kawasan yang paling luas di Indonesia terletak pada ketinggian 0-1000 m di atas permukaan laut, terdiri atas vegetasi rawa, dan vegetasi darat. Diantaranya adalah sebagai beikut:
• Hutan Bakau. Jumlah jenis hutan bakau hanya sekitar 95, dengan komposisi yang berbeda-beda untuk tiap habitat, bergantung pada kombinasi faktor-faktor habitat yang mempengaruhinya.
• Hutan Rawa Air Tawar. Terdapat dalam kawasan yang luas, terletak di belakang hutan bakau. Variasi hutan rawa terdapat di delta yang merupakan tipe khusus yang secara teratur dibanjiri oleh air tawar sebagai akibat gerakan pasang surut.
• Hutan Tepi Sungai. Terdapat di sepanjang tepi sungai besar, merupakan vegetasi rawa musiman yang sangat berbeda. Tanahnya subur, dalam dan gembur.
• Hutan Sagu. Terdapat di Irian Jaya dan Maluku, berkisar dari hutan sagu murni hingga ke hutan sagu campuran dan berkembang di daerah yang aliran air tawarnya teratur.
• Hutan Rawa Gambut. Ditandai oleh floranya yang terbatas. Pohon-pohonnya tinggi tetapi kurus dan tidak lebat karena tumbuh pada tanah yang terdiri atas timbunan gambut yang sangat asam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ekosistem darat adalah sebagai berikut:
1. Kelembaban udara, sangat berpengaruh karena selalu terjadi proses transpirasi dan evaporasi.
2. Suhu, bervariasi dan menentukan keadaan organisme.
3. Sirkulasi udara, sangat mempengaruhi kadar O2 dan CO2.
4. Keadaan tanah, menentukan gerak organisme karen berguna sebagai media hidup atau sumber unsur hara bagi tumbuhan.
3. Kelompok ekosistem suksesi
Ekosistem suksesi ini merupakan ekosistem yang berkembang setelah terjadinya perusakan terhadap ekosistem alami. Dapat terjadi karena peristiwa alami maupun karena kegiatan manusia, atau bila ekosistem buatan tidak dirawat lagi dan dibiarkan berkembang sendiri menurut kondisi setempat.
Ada dua macam ekosistem suksesi, ekosistem suksesi primer dan ekosistem suksesi sekunder.
Ekosistem suksesi Primer berkembang pada substrat baru seperti permukaan tanah terbuka yang ditinggalkan tanah longsor atau pemapasan tanah untuk pembangunan, pembuatan jalan, timbunan abu atau lahar yang dimuntahkan gunung api. Berbagai tipe ekosistem dengan umur yang berbeda dari pantai hingga puncak gunung, dapat diamati pada bekas letusan gunung krakatau, dan gunung Batur.
Ekosistem suksesi Sekunder berkembang setelah ekosistem alami rusak total tetapi tidak terbentuk substrat baru, yang diakibatkan khususnya oleh kegiatan manusia, seperti penebangan habis hutan dan pembakaran. Praktek perladangan berpindah-pindah atau berotasi yang meninggalkan lahan garapan untuk diberakan setelah dua-tiga kali panen juga menjadikan ekosistem suksesi sekunder yang komposisi jenisnya akan beraneka ragam bergantung pada kondisi lingkungan setempat, biasanya didominasi oleh rerumputan dan pohon cepat tumbuh seperti mengkubang (Macaranga), meniran (Callicarpa), buyung-buyung (Veronica), dan geronggang (Cratoxylum).
Bila pembakaran terjadi berulang-ulang dan tenggang waktu antar pembakaran pendek, maka ekosistem suksesi yang terbentuk adalah ekosistem padang alang-alang yang akan tetap bertahan bila pembakaran terus berulang, tetapi akan berkembang menjadi belukar bila pembakaran berhenti.
4. Kelompok ekosistem buatan
a. Danau, Sejak tahun 1960-an, banyak bendungan baru didirikan dan membentuk ekosistem baru dengan substrat dasar yang umumnya berasal dari kebun dan lahan pertanian dengan sifat geologi berbeda-beda. Komunitas biotik yang terbentuk pada umumnya masih dalam fase suksesi dengan umur yang berbeda-beda. Banyak macam ikan diintroduksikan dan berbagai tumbuhan pendatang tumbuh dan menjadi dominan disitu seperti enceng gondok, kiambang yang sering menutupi sebagian permukaan danau.
b. Hutan tanaman, banyak terdapat di jawa, sedang diluar jawa dalam taraf permulaan. Jenis pohon yang ditanami : jati, pinus, mahoni, puspa, rasamala, manglit, ampupu, damar.
c. Agroekosistem, keanekaragaman agroekosistem berkaitan erat dengan faktor iklim, tanah, topografi, dan budaya. Berbagai tipe agroekosistem yang dikembangkan di Indonesia adalah:
• Sawah tadah hujan
• Sawah irigasi
• Sawah surjan (daerah sering banjir)
• Sawah rawa
• Sawah pasang surut
• Kolam
• Tambak
• Kebun
• Pekarangan
• Perkebunan (teh, karaet, kelapa, kelapa sawit)
• Ladang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tinggalkan Pesan/komentar anda..!!